Home » » Benarkah Sifat Pembunuh Itu Faktor Genetis?

Benarkah Sifat Pembunuh Itu Faktor Genetis?

Written By Perment on Monday, April 8, 2013 | 15:54


Penembakan brutal yang dilakukan Adam Lanza, 20 tahun, terhadap murid dan guru di Sekolah Dasar Sandy Hook, Newton, Connecticut, Amerika Serikat pada 14 Desember 2012 lalu, menimbulkan rasa penasaran para ahli genetika. Para ahli ingin meneliti gen Adam Lanza yang setelah membantai 28 murid dan guru di sekolah itu, setelah sebelumnya menembak ibu kandungnya sendiri, juga menembak dirinya sendiri hingga tewas.

Pada Natal 1965, dua peneliti menerbitkan makalah yang menyebutkan pria dengan kromosom Y berlebih--kromosom yang menentukan kelelakian--adalah laki-laki super dan terlahir sebagai penjahat (yang dimaksud adl sindrom Jacobs dg kariotip 47 XYY).

Hipotesis ini didukung fakta tentang kondisi fisik pria-pria dimaksud. "Orang-orang ini sesuai dengan sosok kriminal klasik di film Hollywood: bertubuh besar, aneh, agresif, dan tidak terlalu cerdas," kata Philip Reilly, seorang pengacara dan pakar genetika klinis. Reilly mengatakan, ide kromosom Y ekstra bertahan sekitar 15 tahun. Namun, bukti epidemiologi yang muncul sesudahnya mematahkan teori tersebut dan meyakinkan para ilmuwan bahwa pria dengan ekstra kromosom Y tidak selalu lebih jahat ketimbang yang memiliki satu kromosom Y (pria normal).

Pada 1993, dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal Science, para peneliti melaporkan bahwa mutasi yang mengarah ke berkurangnya enzim monoamine oxidase menyebabkan tindak kekerasan dalam satu keluarga di Belanda. Setiap anggota keluarga yang mewarisi mutasi ini adalah seorang pelaku kriminal.

"Itu adalah temuan yang menakjubkan," kata James Blair, kepala unit ilmu saraf kognitif-afektif di Institut Nasional Kesehatan Mental di Amerika Serikat. Namun, ia menambahkan, temuan tersebut sangat spesifik di satu keluarga yang diteliti itu dan tidak berlaku umum di semua keluarga. "Sebagian besar hanya untuk keluarga itu," katanya.

Institut Nasional Kesehatan Mental telah terlibat dalam kontroversi ini sejak dua dasawarsa lalu. Gara-garanya, institut mengusulkan untuk mempelajari dasar-dasar biologis tindak kekerasan. Para kritikus langsung mengkritik usulan itu. Mereka menuduh peneliti institut bersifat rasisme dan ingin menyudutkan kelompok minoritas dalam masyarakat, terutama komunitas warga kulit hitam. Pihak institut bergeming. Tak lama setelah tudingan itu, institut kembali terlibat pembiayaan sebuah konferensi di University of Maryland untuk meneliti genetika dan perilaku kriminal. Namun, konferensi ini akhirnya dibatalkan.